Legenda
Minggu, 07 Agustus 2011 07.00
a story by
Calfin Murrin 12 IPS 1
“Hoi cupu! Mana motor lo! Dasar anak tukang pos!”
Tomi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berlalu. Sudah terbiasa baginya mendengar olok-olok temannya. Itulah konsekuensi yang diterima Tomi setelah menerima beasiswa dari sekolah Brembo Sakti.
“Yah, beliin motor…,”sambil menangis ”Aku malu Yah!”
“Yang sabar ya nak, tunggu ayah ada rezeki lebih.”
“Ahhh, kelamaan Yah!”
Dengan moncong manyun dan gaya menye-menye, Tomi membanting pintu, “Ayah gak pernah ngertiin aku!”
“Bang! Tunggu, Bang!” dengan cekatan, Tomi melompat masuk ke truk sapi tetangganya. Dengan cara inilah dia dapat tiba di sekolah dengan cepat, menumpang truk sapi lebih mudah daripada harus berjalan kaki sejauh 15 kilometer. Tak heran bau keteknya sering bercampur dengan bau tahi sapi. Itulah mengapa Tomi termasuk anak kuper di kelasnya.
“Tom, belilah motor tu. Bau nian ketek kau ni!” protes Santi dengan logat jambinya yang kental, “Mulai sekarang dak usa dekat-dekat aku lagi! Cuih!”
BRAKKK… Hati Tomi pun patah seribu keping, ia menangis sejadi-jadinya dan langsung pulang kerumah sambil berlari-lari di bawah guyuran hujan (sinetron abessss).
“Oh Tuhan, mengapa kau tidak adil padaku! Mengapa, oh mengapa? Aku cuma mau sebuah motor, susah amat,” teriak Tomi sambil mengacung-acungkan kutang, eh tangan maksudnya.
Jger! Tiba-tiba langit terbelah dua, bumi gonjang-ganjing, topan beriring, dan gigi palsu beterbangan.
“Oh anakku, tak perlu sedu sedan itu. Aku adalah binatang jalang, dari kumpulan yang terbuang. Aku! Ingin hidup seribu tahun lagi,” bukan kata Tuhan, tapi tukang ojek di perempatan sedang melafalkan puisi Aku, Chairil Anwar.
Dengan berlinang air mata bercampur upilnya, Tomi mendekati tukang ojek itu, mengeluarkan goceng lecek dari kaos kakinya dan berkata,” Bang, lima ribu dapat apa ya?”
Dengan muka berbinar-binar seperti kucing lapar, tukang ojek itu menyodorkan sebuah kunci berukirkan naga cebok didalamnya. “Ini nak, saya ikhlaskan. Saya gak tahan liat mukamu yang SNSD itu.” (Sedih Nestapa Suram Derita)
“Ini kunci apa Pak? Kunci WC ya? Saya lagi gak pengen ke WC Pak.”
“Bodoh!”, sambil menjitak Tomi,” Emang tampang saya tampang penunggu WC? Ini kunci motor saya. Tadi kamu teriak-teriak minta motor kan?”
“Macacih qaqa?” dengan muka mesum bermain-main mata.
-___- “Terserah deh. Mau ambil, nggak sudah.”
Akhir kata, Tomi pun membawa pulang motor itu. Motor Legenda keluaran Honda tahun 1988. Di jalan, motor itu sempat ngandat beberapa kali dan menembakan asap hitam mirip kebakaran hutan ke udara.
“ Weh! Tombol apaan ne?” sembari meraba tombol yang ada di bawah joknya.
Cetttt. Tiba-tiba motor itu berubah menjadi sejenis motor BETMEN dan dapat melaju hingga 250km/jam. “Woi! Gilak! Motor apaan ne?” sembur Tomi dengan muka tak berbentuk sanking kencangnya angin yang menerpa seperti iklannya si Komeng.
Brum Brum Tomi memacu kencang motor Legendanya seperti cahaya menuju ke sekolah. “Woi coy! Gue udah ada motor ne! Hahahaha”
“Eh siapa sih itu? Dia lagi ngomong sama kita ya?”, tanya Abdul pada Jamal si ketua geng EF-SEK. Mereka adalah geng penguasa sekolah Brembo Sakti. EF-SEK adalah singkatan dari Four Pesek, yang beranggotakan empat orang pesek yang sangat tajir dan memiliki motor-motor keren.
“Eh lo siapa sih? Berani-beraninya manggil kita. Lo mau apa?” teriak Jamal sangar.
“Ne gue, Tomi. Gue mau gabung ne sama kalian? Boleh nggak?”
“Tergantung, lo punya motor apa. Kalo lo ga punya apa-apa lebih baik lo pergi aja deh dari sini. Nyesekin pemandangan aja.” Sahut Mustapa dengan sinis.
“Jangan bilang itu motor lo!” tanya Ruslan sambil menunjuk motor yang sedang ditunggangi Tomi.
“Ya ini motor gue, tapi lo pada harus liat ini,” Cetttt ditekanlah tombol dibawah joknya dan berubahlah motor buruk rupa tadi menjadi seperti motor BETMEN.
“…, ”mereka terdiam sejenak dengan muka bodoh, “WAH GILA BRO!! bener-bener deh, mantap sekali ni motor. Okeh lo resmi jadi anggota kita. Mulai sekarang nama kita jadi FE-SEK,” kata Jamal sembari menyalami Tomi.
Hari-hari berlalu dan kelakuan Tomi semakin parah. Dia menjadi sering bolos, jahat, sombong dan yang paling parah penyakit bau keteknya enggak hilang-hilang. Ia pun sering melawan satpam di sekolah karena membawa motor gebleknya ke sekolah.
“Nak Tomi, berhenti sebentar,” sahut Pak Jitok, “Sudah berapa kali saya bilang, motor ini tidak boleh masuk area sekolah sebelum kamu ganti menjadi sedia kala.”
“Diam sajalah Pak! Ini urusan saya. Motor-motor saya,” tungkas Tomi dengan kata-kata kasar.
“Kamu memang sudah berubah menjadi anak yang kurang ajar, Tom. Nanti saya akan memberitahu guru-guru tentang masalah ini. Ini akan menjadi pertimbangan untuk tidak menaikan kamu.”
“Terserah bapak aja deh. Asik gak asik yang penting Mintz,” kata Tomi sambil berlalu.
Dan tibalah saatnya penerimaan rapot kenaikan kelas. Inilah saat dimana setiap orang merasa cenat cenut kecuali Tomi. Dengan sombongnya dia pergi ke sekolah dengan motor gebleknya itu.
Sesampainya di sekolah banyak orang-orang melihat Tomi dengan pandangan aneh. Tomi yang menganggap dirinya paling maho seantero negri tetap melenggang masuk ke ruangan keramat itu dengan pedenya.
“So? Gimana rapot saya Pak?”, sambil duduk dan mengangkankan kakinya diatas meja seperti orang mau sunat.
“Maaf Nak Tomi tapi Nak Tomi tidak naik ke kelas 12,” ujar Pak Sentot dengan muka datar.
“Hahahaha. Lucu Pak guyonan bapak, mirip sama Sule kalau lagi ngelawak di OVJ,” tawa Tomi dengan muka tanpa ekspresi.
“Saya sedang tidak melawak Tomi.”
Jger! Bumi serasa mau kiamat. Langit tiba-tiba menjadi mendung dan rambut Sule tiba-tiba menghitam.
“Apahhhhh?” teriak Tomi dengan wajah khas sinetron Indonesia.
“Iya nak Tomi. Kamu tidak naik ke kelas 12.”
Tomi segera berlari-lari di bawah guyuran hujan dan menangis. Dia pulang ke rumah dengan penuh penyesalan. Apa daya, nasi telah menjadi lemper dan tidak mungkin berubah menjadi kolak.
“Mak, Tomi tidak naik kelas mak,” kata Tomi dengan air mata berlinang dan menarik-narik ingusnya yang hampir berjatuhan.
“Apahhhh? Sudah lah nak nanti mak akan berbicara sama ayah tentang kelangsunganmu di Galery Masterchef ini,” ternyata emaknya Tomi sudah menjadi korban TV.
Setelah tujuh hari tujuh malam merumuskan masalah dan diselingi dengan menonton BigBro di TrenTV, tibalah saatnya pendeklarasian.
“Kami emak dan ayah, dengan ini menyatakan keputusan terhadap nasib anak kami selanjutnya. Dengan ini kami akan memasukan anak kami ke pesantren di kampung terdekat. Hal-hal yang mengenai pemindahan barang-barang bawaan, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Bebek Ngacir, 30 Juni 2011
Atas nama bangsa Indonesia
Emak/Ayah”
Dan akhir cerita, Tomi pun dibawa orang tuanya ke pesantren untuk menjadi anak yang soleh, beriman, dan bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan sila pertama.
Label: cerpen
Comments
(0)